Minggu, 01 Mei 2011

“DIABETES MELITUS PADA LANSIA”




FIKES UBI BAKTI INDONESIA


















Di susun oleh :

Ahmad Winoto                                          NIM:0914201
Bayu ardi nugroho                                    NIM:0914201035
Dyah ayu sari astiti                                   NIM:0914201
Fifit hariyanto                                            NIM:0914201
Heri setiawan                                             NIM:0914201
Misbahul munir                                         NIM:0914201
Moh. Aminudin                                         NIM:0914201
Roma irwan                                                 NIM:0914201
Supyan jauhari                                           NIM:0914201



FAKULTAS KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BAKTI INDONESIA
BANYUWANGI
2010
Laporan Pendahuluan

Pada klien lansia dengan kasus “ DM ”



I . Konsep penyakit

A.     Definisi
DM adalah gangguan kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat, dan lemak yang diakibatkan oleh kekurangan insulin atau secara relatif kekurangan insulin. (Standar Perawatan Pasien hal 401).
DM adalah penyakit karena kekurangan hormon insulin sehinga glukosa tidak dapat diolah oleh badan dan kadar glukosa dalam darah meningkat, lalu dikeluarkan dalam kemih yang menjadi terasa manis. (Kamus Kedokteran Ramali, Ahmad hal 92).
DM adalah keadaan, hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan matabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, saraf, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis dalam pemeriksaan dengan mikroskop elektron. (Kapita Selekta Kedokteran jilid 1, edisi 3 hal 580).

B.      Etiologi
a.      Fungsi saluran pangkreas dan seresi insulin yang kurang.
b.      Perubahan-perubahan karena usila sendiri yang berkaitan dengan resistensi, insulin, akibat kurangya massa otot dan perubahan vaskuler.
c.       Aktivitas fisis yang berkurang, banyak makan, badan kegemukan.
d.      Keberadaan  penyakit lain,sering menderita stress, operasi dan istirahat lain.
e.      Sering menggunakan bermacam-macam obat-obatan.
f.        Adanya faktor keturunan
(Ilmu Penyakit Dalam, hal 693).












  1. Patofisiologi
Proses Menua
      Degeneratif sel otak
·   Anatomi alat-alat pencernaan mengecil
·   Sel pankreas mengecil
·   Penyakit keturunan
·   Iskemik
·   Elastisitas dinding pada usia lanjut menurun
 

·   Penurunan bahan pembentukan glukosa

Vikositas darah ( O2 << adekuat
Tranfer O2 ke otak menurun
Otak iskemik
Gangguan frekuensi / otak
       Hiperglikemi
Hipermetabolik  meningkat katabolisme

Pembongkaran lemak           Sisa pembakaran     
         Berkurang                           protein

 Cadangan lemak                    Fitrasi ginjal           
      menurun                              berkurang
Sirkuilasi O2
Diperifer <<
 

Kes. Jaringan menurun

Ulkus

Gangren
 

Penyembuhan luka menurun

Resiko infeksi

Serangan sinkop mendadak
 

Resiko terjadi injuri

Penurunan kesadaran
  1. Optik

Pandangan

Kabur

Kardiovaskuler
Iskhemik

Kontraksi atrium

Resiko infark jantung
S. Sensori

Pusing

Gx. Rasa nyaman

        Pusing
Ketajaman

Mental

Gx. Konsep diri

Depresi

Pusat autonom
Dihipotalamus

Hormon epineprin meningkat

Palpitasi dan tnemon

Kelemahan otot

Intoleransi aktivitas
  Aktifitas  enzim    meningkat
 

 Peningkatan rasa  lapar (polivagi)


Produksi enzim meningkat
 

  HCL meningkat

    Mual

Output cairan meningkat
 

Input berkurang


Frekuensi /hibulus menurun

Kalium lolos melalui urin































  1. Gambaran klinis
·         Kesemutan
·         Katarak
·         Kelelahan
·         Kelemahan
·         Mengantuk
·         Penyembuhan luka lambat
(Ilmu Penyakit Dalam, 693)
  1. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penyaring perlu dilakukan pada kelompok dengan resti untuk DM. Dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah seaktu, kadar glukosa darah, lalu diikuti dengan TTGO (tes toleransi glukosa oral).
  1. Prognosis
Prognosis DM usia tergantung pada beberapa hal dan tidak selamanya buruk. Pasien  tua dengan tipe II (DMTTI) yang terawat dengan baik prognosisnya baik. Pada pasien DM yang jatuh dalam koma hipoglikemia prognosisnya kurang baik.
  1. Diagnosis
Diagnosis pasti DM usia lanjut ditegakkan kalau didapatkan  kadar glukosa darah puasa < 140 mg/dl. Apabila kadar glukosa darah puasa< 140 mg/dl dan terdapat gejala atau keluhan DM perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan (TTGO).
{Ilmu Penyakit Dalam hal 694}
  1. Komplikasi
Akut
a.      Koma hipoglikemia
b.      Ketoasidosis
c.       Koma hiperosmolar nonketotik
Kronik
a.      Makroangiopati, mengenai pembuluh darah besar ; pembuluh darah jantung, pembuluh darah tepi, pembuluh darah otak.
b.      Mikroangiopati, mengenai pembuluh darah kecil ; retmopati diabetik, nefropati diabetik.
c.       Neuropati diabetik.
d.      Rentan infeksi, seperti : Tb. Paru, gingivitis dan isk.
e.      Kaki diabetik.
( Kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid I halaman 582 )

  1. Penata laksanaan
v  DM usia lanjut dapat dikendalikan dengan baik, misalnya dengan Tx :
1.      Istirahat
-    Bila ada komplikasi berat.
2.      Diet
-          Sesuai dengan kebutuhan menurut berat badan atau gizi penderita :
o   Kurus   : BB x 40 – 60 kalori sehari
o   Normal            : BB x 30 kalori sehari
o   Gemuk : BB x 20 kalori sehari
o   Obes    : BB x 10 – 15 kalori sehari
3.      Medikamentosa
-          Insulin dan obat anti diabetik
v  DM usia lanjut untuk tipe II sehingga diperhatikan kasus perkasus, cara hidup pasien, keadaan gizi dan kesehatannya, adanya penyakit lain yang menyertai serta ada / tidaknya. Komplikasi DM.
v  Pedoman penatalaksanaan
1.      Menilai penyakitnya secara menyeluruh dan memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga.
2.      Menghilangkan gejala – gejala akibat hiperglikemia seperti rasa haus, sering kencing, lemas, gatal – gatal.
3.      Lebih bersifat konservatif, usahakan agar glukosa darah tidak terlalu tinggi ( 200 220 mg / dl ).
4.      Mengendalikan glukosa darah dan berat badan.
II.                 Konsep Askep
A.     Pengkajian
a.      Identitas
DM pada pasien usia lanjut umumnya terjadi pada usia > 60 tahun dan umumnya adalah DM tipe II ( non insulin dependen ) atau tipe DMTTI.
b.      Keluhan utama
DM pada usila mungkin cukup sukar karena sering tidak khas dan asimtomatik ( contohnya ; kelemahan, kelelahan, BB menurun, terjadi infeksi minor, kebingungan akut, atau depresi ).

c.       Riwayat Penyakit Dahulu
Terjadi pada penderita dengan DM yang lama.
d.      Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya pasien datang ke RS dengan keluhan gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot ( neuropati perifer ) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
e.      Riwayat Penyakit Keluarga
Dalam anggota keluarga tersebut salah satu anggota keluarga ada yang menderita DM.
f.        Pemeriksaan fisik pada Lansia
q  Sel ( perubahan sel )
Sel menjadi lebih sedikit, jumlah dan ukurannya menjadi lebih besar, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intrasel.
q  Sistem integumen
Kulit keriput akibat kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan pucat dan terdapat bintik – bintik hitam akibat menurunnya aliran darah kekulit dan menurunnya sel – sel yang memproduksi pigmen, kuku pada jari tengah dan kaki menjadi tebal  dan rapuh. Pada orang berusia 60 tahun rambut wajah meningkat, rambut menipis / botak dan warna rambut kelabu, kelenjar keringat berkurang jumlah dan fungsinya.
q  Sistem Muskuler
Kecepatan dan kekuatan kontraksi otot skeletal berkurang pengecilan otot karena menurunnya serabut otot. Pada otot polos tidak begitu berpengaruh.
q  Sistem pendengaran
Presbiakusis ( menurunnya pendengaran pada lansia ) membran timpani menjadi altrofi menyebabkan austosklerosis, penumpukan serumen sehingga mengeras karena meningkatnya keratin.
q  Sistem Penglihatan
Karena berbentuk speris, sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar, lensa menjadi keruh, meningkatnya ambang penglihatan ( daya adaptasi terhadap kegegelapan lebih lambat, susah melihat gelap ). Hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapang pandang karena berkurangnya luas pandangan. Menurunnya daya membedakan warna hijau atau biru pada skala.
q  Sistem Pernafasan
Otot – otot penafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku, menurunnya aktivitas sillia, paru kurang elastis, alveoli kurang melebar biasanya dan jumlah berkurang. Oksigen pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. Karbon oksida pada arteri tidak berganti – kemampuan batuk berkurang.
q  Sistem Kardiovaskuler
Katub jantung menebal dan menjadi kaku. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1 % pertahun. Kehilangan obstisitas pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
q  Sistem Gastointestinal
Kehilangan gigi, indra pengecap menurun, esofagus melebar, rasa lapar menurun, asam lambung menurun waktu pengosongan lambung, peristaltik lemah sehingga sering terjadi konstipasi, hati makin mengecil.
q  Sistem Perkemihan
Ginjal mengecil, nefron menjadi atrofi, aliran darah ke ginjal menurun sampai 50 %, laju filtrasi glumesulus menurun sampai 50 %, fungsi tubulus berkurang sehingga kurang mampu memekatkan urine, Dj urin menurun, proteinuria bertambah, ambang ginjal terhadap glukosa meningkat, kapasitas kandung kemih menurun ( zoome ) karena otot – otot yang lemah, frekwensi berkemih meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan, pada orang terjadi peningkatan retensi urin dan pembesaran prostat ( 75 % usia diatas 60 tahun ).
q  Sistem Reproduksi
Selaput lendir vagina menurun / kering, menciutnya ovarium dan uterus, atrofi payu darah testis masih dapat memproduksi meskipun adanya penurunan secara berangsur – angsur, dorongan sek menetap  sampai usia diatas 70 tahun asal kondisi kesehatan baik.
q  Sistem Endokrin
Produksi semua hormon menurun, fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah, berkurangnya ACTH, TSH, FSH, dan LH, menurunnya aktivitas tiroid sehingga laju metabolisme tubuh ( BMR ) menurun, menurunnya produk aldusteran, menurunnya sekresi, hormon godad, progesteron, estrogen, testosteron.
q  Sistem Sensori
Reaksi menjadi lambat kurang sensitif terhadap sentuhan   (berat otak menurun sekitar 10 – 20 % )
B.    Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan rasa nyaman ( pusing ) berhubungan dengan berkurangnya suplai O2
2.      Gangguan pola pemenuhan nutrisi ( kurang ) berhubungan dengan peningkatan katabolisme.
3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot.
4.      Gangguan konsep diri berhubungan dengan penurunan keadaan mental.
5.      Depresi berhubungan dengan gangguan konsep diri yang lama.
6.      Kram / kekakuan otot berhubungan dengan hilangnya kalium melalui urin berhubungan dengan pasien kadang tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya.
7.      Pandangan kabur berhubungan dengan penurunan 5 optikus .
8.      Resiko dehidrasi berhubungan dengan output cairan meningkat.
9.      Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan proses penyembuhan luka.
10.  Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan kesadaran.
11.  Resiko infark jantung berhubungan dengan kontraksi atrium menurun.
 


III.              Rencana Askep
v  Gangguan rasa nyaman ( pusing ) berhubungan dengan berkurangnya suplai O2.
Tujuan             : ketidaknyamanan hilang / terkontrol
Kriteria hasi    :
o   Pasien tampak rilex
o   Ekpresi wajah tidak menyeringai
o   Mengungkapkan metode yang mengurangi nyeri
Intervensi        :
1.      Pempertahankan tirah baring selama fase akut
R/ meminimalkan stimulasi / meningkatkan relaxsasi
2.      Berikan tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala
R/ tindakan yang menurunkan tekana vaskuler
3.      Minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala
R/ aktivitas yang meningkat vasokontriksi menyebabkan sakit kepala
4.      Bantu pasien dalam ambulasi sosial
R/ pusing dan penglihatan kabur sering berhubungan dengan sakit kepala . pasien juga mengalami episode hipotensi postural
5.      Kolaborasi pemberian O2
R/ memenuhi kebutuhan O­2 pada otak sehingga dapat menurunkan nyeri kepala
6.      Kolaborasi untuk pemberian analgetik
R/ menurunkan / mengontrol nyeri dan menurunkan rangsang
v  Gangguan konsep diri berhubungan dengan penurunan keadaan mental
Tujuan             : menunjukkan pandangan yang realistis dan
                          pemahaman diri dalam situasi
Kriteria hasil   :
1.      Mengenali dan memasukkan perubahan kedalam konsep diri yang akurat dan tanpa mengabaikan pemahaman diri.
2.      Menunjukkan adanya adaptasi terhadap perubahan.
Intervensi        :
1.      Tanyakan dengan nama apa pasien ingin dipanggil
R/ menunjukkan penghargaan dan pengakuan personal.
2.      Identifikasi orang terdekat dari siapa pasien merasakan kenyamanan
R/ memungkinkan privasi untuk hubungan personal khusus.
3.      Dengarkan dengan aktif masalah dan kelakuan pasien
R/ menyampaikan perhatian dan lebih dan dapat lebih efektif mengidentifikasikan masalah dan keluhan klien.
4.      Dorong pengungkapan perasaan menerima apa yang dilakukannya
R/ membantu pasien menerima perubahan  dan mengurangi ansietas mengenai fungsi gaya hidup.
5.      Berikan lingkungan yang tidak berbahaya
R/ meningkatkan perasaan aman, mendorong verbalisasi.
6.      Amati komunikasi non verbal
R/ komunikasi non verbal adalah bagian besar dari komunikasi.
7.      Kolaborasi, rujuk pada dukungan psikiatri
R/ mungkin dibutuhkan untuk membantu pasien mencapai kesehatan optimal.
v  Resiko Infeksi berhubungan dengan penurunan proses penyembuhan luka
Tujuan             : Infeksi dapat dicegah
Kriteria hasil   : Terjadi penurunan resiko infeksi
Intervensi        :
1.      Berikan isolasi / pantau pengunjung sesuai indikasi
R/  menurunkan resiko infeksi
2.      Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan aktivitas walaupun menggunakan handscone steril
R/ tindakan yang stertil membantu mengurangi resiko infeksi bagi petugas
3.      Lakukan inpeksi pada daerah luka ganren, berikan perhatian utama pada jalur hiperalimentasi
4.      Gunakan teknik steril pada penggantian balutan
5.      Gunakan hanscone untuk merawat luka
6.      Kolaborasi pemberian antibiotik


Tidak ada komentar:

Posting Komentar